Sahabat, sering
kali kita dalam beragama ini masih menjalankan aturan dan ajaran Agama
berdasarkan ’KATANYA’, kata Ustadz, kata
Kyai, Kata ajengan, kata orang tua, kata guru, tanpa ada upaya ’MENCARI’,
inilah DOGMA yang sering membuat kualitas ibadah dan beragama kita kurang
berkualitas dan kurang berdampak terhadap perilaku kita dan orang-orang
disekitar kita.
Begitu pula dalam
berbisnis, kita juga sering kali melaksanakan Wira Usaha menuruti begitu saja
APA KATA PAKAR, APA KATA ORANG SUKSES tanpa ada upaya MENCARI dan obsesrvasi
pasar sendiri, sebagaimana yang dilakukan oleh Sahabat Abdurrahman bin Auf.
Kisah dibawah ini
adalah salah satu contoh, bagaimana dua orang anak menerjemahkan Wasiat orang
tuanya, yang satu menjadikan Wasiat Sang Ayah sebagai DOGMA dan yang satu lagi
menjadikan Wasiat Sang Ayah sebagai
PELAJARAN yang harus DICARI korelasinya dengan Karakter Bisnis Sang Ayah.
Seorang pengusaha
muda yang sukses dan kaya raya terpaksa harus menghadapi ajalnya karena kanker
kulit yang parah akibat sensitifitas tidak normal terhadap sinar matahari.
Sebelum meninggal, kepada dua anaknya yang masih belia ia berpesan :
"Ayah akan mewarisi seluruh kekayaan dan usaha ini pada kalian berdua.
Ayah hanya memberi dua pesan utama agar kalian sukses dan kaya raya seperti
ayah tapi bisa menikmatinya lebih lama."
"Pertama jangan biarkan sinar matahari menyinari kulitmu secara langsung
terlalu lama, karena mungkin gen kanker kulit ini menurun pada kalian."
"Kedua, dalam bisnis, jangan pernah menagih hutang pada pelanggan."
Setelah memberi pesan tersebut sang ayah meninggal, tanpa sempat memberi
penjelasan yang lebih banyak. Kedua anak tersebut berjanji akan memenuhi
permintaan ayah mereka.
Kedua anak tersebut dibesarkan oleh ibunya. Setelah cukup umur, sang ibu
memberi keduanya usaha yang diwariksan ayah mereka.
Sepuluh tahun kemudian, salah satu anak menjadi anak yang sangat kaya raya,
sedangkan satu lagi menjadi sangat miskin.
Sang ibu akhirnya bertanya, kenapa salah satu menjadi miskin sedangkan yang
satu menjadi kaya. Padahal keduanya memegang teguh nasehat ayah mereka.
Anak yang miskin berkata pada ibunya.
"Ibu, bagaimana saya tidak miskin. Ayah berpesan agar selalu menghindari
matahari. Jadi setiap pagi aku harus pergi pakai kendaraan, sewa mobil, naik
taksi, sekalipun sebenarnya jaraknya dekat dan bisa jalan kaki. Tentu saja
hidup saya menjadi boros. Lalu ayah berpesan jangan menagih hutang kepada
klien. Tentu saja bisnis saya tidak berjalan baik. Setiap kali ada yang
menunggak saya tidak bisa menagih sehingga lama kelamaan modal saya habis. Saya
jadi bangrut dan miskin!"
Lalu sang ibu menengok ke wajah anak yang kaya raya, menunggu jawaban.
Kepada sang ibu anak yang kaya berkata;
"Wahai ibu, saya menjadi kaya raya seperti ini karena mengikuti nasehat
akhir ayah. Karena ayah meminta saya menghindar dari matahari, maka saya selalu
pergi ke kantor sebelum matahari terbit. Kalau dekat saya bisa jalan kaki tanpa
perlu takut sinar matahari karena belum terbit. Karena saya selalu datang pagi
pegawai jadi ikut disiplin tidak berani terlambat. Sedangkan ketika pulang,
saya selalu menunggu matahari terbenam, jadi jam kerja saya selalu di atas
rata-rata orang lain. Lalu ayah berpesan jangan menagih hutang pada klien.
Karena itu saya menerapkan sistem cash and carry, sehingga arus kas perusahaan
saya sangat maju."
Demikianlah akhirnya sang ibu tahu bagaimana nasehat yang sama bisa
menghasilkan penafsiran yang berbeda dan hasilnya jauh berlawanan.
Sahabat, Milyaran Kaum Muslimin mempunyai Kitab Suci yang sama yaitu Al-Qur’an
tapi mengapa kualitas kaum Muslimin diseluruh Dunia tidak sama ?
Tidak sedikit
Kaum Muslimin memperlakukan Al-Qur’an hanya sebagai BACAAN untuk ibadah
Tidak sedikit
Kaum Muslimin yang memahami Al-Qur’an dengan Pemahaman Masa Lalu Saja, terjebak
dengan Tafsir-tafsir klasik melupakan Tafsir Kekinian yang yang terhampar luas
dalam Al-Qur’an itu sendiri. Dan tidak sedikit pula Kaum Muslimin yang memahami
Al-Qur’an berdasarkan ’ KATANYA’
Hanya sedikit Kaum Muslimin yang memperlakukan
Al-Qur’an sebagai MANUAL BOOK KEHIDUPAN yang harus terus menerus DICARI
korelasinya dengan permasalahan kehidupan yang terus berkembang dan semakin
komplek. Dan jawaban semua itu ADA DALAM AL-QUR’AN itu sendiri, tugas kita
hanya MENCARI dengan dasar Ilmu Pengetahuan yang telah kita miliki dan BERTANYA
kepada orang Yang MEMILIKI PENGETAHUAN.