“ DAN BARANG SIAPA YANG BERSYUKUR MAKA SESUNGGUHNYA DIA
BERSYUKUR UNTUK (KEBAIKAN) DIRINYA SENDIRI dan barang siapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". ( An-Naml : 40 )
” DAN BARANG SIAPA YANG MENYUCIKAN DIRINYA, SESUNGGUHNYA IA
MENYUCIKAN DIRI UNTUK KEBAIKAN DIRINYA SENDIRI. Dan kepada Allah-lah kembali
(mu) “ (Al-Faathir :18 ).
Dari tadi pagi
hujan mengguyur kota tanpa henti, udara yang biasanya sangat panas, hari ini
terasa sangat dingin. Di jalanan hanya sesekali mobil yang lewat, hari ini hari
libur membuat orang kota malas untuk keluar rumah.
Di perempatan jalan, Umar,seorang anak kecil berlari-lari menghampiri mobil
yang berhenti di lampu merah, dia membiarkan tubuhnya terguyur air hujan, hanya
saja dia begitu erat melindungi koran dagangannya dengan lembaran plastik.
"Korannya bu ?" tawar Umar berusaha mengalahkan suara air hujan.
Dari balik kaca mobil si ibu menatap dengan kasihan, dalam hatinya dia merenung
anak sekecil ini harus berhujan-hujan untuk menjual koran.Dikeluarkannya satu
lembar dua puluh ribuan dari lipatan dompet dan membuka sedikit kaca mobil
untuk mengulurkan lembaran uang.
"Mau koran yang mana bu?" tanya Umar dengan riang.
"Nggak usah, ini buat kamu makan, kalau koran tadi pagi aku juga sudah
baca," jawab si ibu.
Si Umar kecil itu tampak terpaku, lalu diulurkan kembali uang dua puluh ribu
yang dia terima.
"Terima kasih bu, saya menjual koran, kalau ibu mau beli koran silakan,
tetapi kalau ibu memberikan secara cuma-cuma, mohon maaf saya tidak bisa
menerimanya?, Umar berkata dengan muka penuh ketulusan.
Dengan geram si ibu menerima kembali pemberiannya, raut mukanya tampak kesal,
dengan cepat dinaikkannya kaca mobil.
Dari dalam mobil dia menggerutu "Udah miskin sombong!".
Kakinya menginjak pedal gas karena lampu menunjukkan warna hijau, meninggalkan
Umar yang termenung penuh tanda tanya.
Umar berlari lagi ketepi, dia mencoba merapatkan tubuhnya dengan dinding ruko
tempatnya berteduh.Tangan kecilnya sesekali mengusap muka untuk menghilangkan
butir - butir air yang masih menempel.Sambil termenung dia menatap nanar rintik
- rintik hujan didepannya,
"Ya Tuhan, hari ini belum satupun koranku yang laku," gumamnya lemah.
Hari beranjak sore namun hujan belum juga reda, Umar masih saja duduk berteduh
di emperan ruko, sesekali tampak tangannya memegangi perut yang sudah mulai
lapar.
Tiba - tiba didepannya sebuah mobil berhenti, seorang bapak dengan bersungut -
sungut turun dari mobil menuju tempat sampah,
"Tukang gorengan sialan, minyak kaya gini bisa bikin batuk," Dengan
penuh kebencian dicampakkannya satu plastik gorengan ke dalam tong sampah, dan
beranjak kembali masuk ke mobil.
Umar dengan langkah cepat menghampiri laki - laki yang ada di mobil.
"Mohon maaf pak, bolehkah saya mengambil makanan yang baru saja bapak
buang untuk saya makan," pinta Umar dengan penuh harap.
Pria itu tertegun, luar biasa anak kecil didepannya. Harusnya dia bisa saja
mengambilnya dari tong sampah tanpa harus meminta ijin. Muncul perasaan belas
kasihan dari dalam hatinya.
"Nak, bapak bisa membelikan kamu makanan yang baru, kalau kamu mau."
"Terima kasih pak, satu kantong gorengan itu rasanya sudah cukup bagi
saya, boleh khan pak?" tanya Umar sekali lagi.
"Bbbbbooolehh?" jawab pria tersebut dengan tertegun.
Umar berlari riang menuju tong sampah, dengan wajah sangat bahagia dia mulai
makan gorengan, sesekali dia tersenyum melihat laki-laki yang dari tadi masih
memandanginya.
Dari dalam mobil sang bapak memandangi terus Umar yang sedang makan. Dengan
perasaan berkecamuk didekatinya Umar.
"Nak, bolehkah bapak bertanya, kenapa kamu harus meminta ijinku untuk
mengambil makanan yang sudah aku buang," Dengan lembut pria itu bertanya
dan menatap wajah anak kecil didepannya dengan penuh perasaan kasihan.
"Karena saya melihat bapak yang membuangnya, saya akan merasakan enaknya
makanan halal ini kalau saya bisa meminta ijin kepada pemiliknya, meskipun buat
bapak mungkin sudah tidak berharga, tapi bagi saya makanan ini sangat berharga,
dan saya pantas untuk meminta ijin memakannya," jawab si anak sambil
membersihkan bibirnya dari sisa minyak goreng.
Pria itu sejenak terdiam, dalam batinnya berkata, anak ini sangat luar biasa.
"Satu lagi nak, aku kasihan melihatmu, aku lihat kamu basah dan
kedinginan, aku ingin membelikanmu makanan lain yang lebih layak, tetapi
mengapa kamu menolaknya?"
Si anak kecil tersenyum dengan manis,
"Maaf pak, bukan maksud saya menolak rejeki dari Bapak. Buat saya makan
sekantong gorengan hari ini sudah lebih dari cukup. Kalau saya mencampakkan
gorengan ini dan menerima tawaran makanan yang lain yang menurut Bapak lebih
layak, maka sekantong gorengan itu menjadi mubazir, basah oleh air hujan dan
hanya akan jadi makanan tikus."
"Tapi bukankah kamu mensia-siakan peluang untuk mendapatkan yang lebih
baik dan lebih nikmat dengan makan di restoran dimana aku yang akan
mentraktir," ujar sang bapak dengan nada agak tinggi karena merasa anak
didepannya berfikir keliru.
Umar menatap wajah laki-laki didepannya dengan tatapan yang sangat teduh,
"Pak !, saya sudah sangat bersyukur atas berkah sekantong gorengan hari
ini. Saya lapar dan bapak mengijinkan saya memakannya dan saya merasa
berbahagia, bukankah bahagia adalah bersyukur dan merasa cukup atas anugerah
hari ini, bukan menikmati sesuatu yang nikmat dan hebat hari ini tetapi
menimbulkan keinginan dan kedahagaan untuk mendapatkannya kembali dikemudian
hari."
Umar berhenti berbicara sebentar, lalu diciumnya tangan laki-laki didepannya
untuk berpamitan. Dengan suara lirih dan tulus Umar melanjutkan
kembali,"Kalau hari ini saya makan di restoran dan menikmati kelezatannya
dan keesokan harinya saya menginginkannya kembali sementara bapak tidak lagi
mentraktir saya, maka saya sangat khawatir apakah saya masih bisa merasakan
kebahagiaannya."
Pria tersebut masih saja terpana, dia mengamati anak kecil didepannya yang
sedang sibuk merapikan koran dan kemudian berpamitan pergi.
"TERNYATA BUKAN DIA YANG HARUS DIKASIHANI, HARUSNYA AKU YANG LAYAK
DIKASIHANI, KARENA AKU JARANG BISA BERDAMAI DENGAN HARI INI."
Jika kita meletakkan kebahagiaan di luar diri kita maka kita tidak akan pernah
merasa bahagia.
KITA TAK MEMERLUKAN APA-APA UNTUK BAHAGIA. KEBAHAGIAAN ADA DALAM DIRI KITA
SENDIRI, PERMASALAHANNYA ADALAH KITA SERING KALI MENCARI KELUAR DIRI UNTUK
MENEMUKANNYA.
” Sesungguhnya
Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah (atom), dan jika ada
kebaikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya
pahala yang besar ”.( An-Nisaa’ :40 )
” Sesungguhnya
Allah tidak berbuat aniaya kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia
itulah yang berbuat aniaya kepada diri mereka sendiri.” (Yunus : 44 )
” Dan barang
siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon
ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang ” (An-Nisaa’ 110 )