Oleh: Hasan Husen Assagaf
Kisah berikut patut dijadikan bahan renungan. Agar kita memiliki sifat tawadhu’ dan sikap hidup yang selalu memberi perhatian kepada yang rendah dan yang di bawah. Biarpun kita memiliki kedudukan yang tinggi dan terhormat, semua itu tak berarti sedikit pun jika tak memiliki sifat perhatian kepada yang rendah dan yang di bawah. Nah, kalau begitu, jadilah kita seseorang yang memiliki jiwa seperti Rasulallah saw yang selalu tawadhu’, sederhana, dan menghormati semua kelompok manusia tidak perduli apapun kedudukanya.
Diriwayatkan ketika Rasulallah saw sedang bertowaf, beliau mendengar seorang A’rabi (Arab Badui dari gunung) berkata dengan suara keras “Ya Kariim”. Rasulallah saw pun mengikutinya dari belakang dan berkata “Ya Kariim”. Kemudian A’rabi itu berjalan menuju ke arah pancuran Kab’ah lalu berkata lagi dengan suara lebih keras “Ya Kariiim”. Rasulallah saw pun mengikutinya dari belakang, juga berkata “Ya Karim”.


Berasa ada yang mengikutinya dari belakang, A’rabi tadi menengok ke arah suara, lalu berkata “Apa maksudmu mengikuti perkataanku? Apakah kau sengaja mengejekku karena aku seorang A’rabi, Arab Badui dari gunung? Demi Allah kalau bukan karena wajahmu yang bersinar dan parasmu yang indah maka aku akan adukan hal ini kepada kekasihku Muhammad, Rasulallah saw”.

Rasulallah saw pun tersenyum lebar mendengar uraian A’rabi tadi, lalu berkata “Wahai saudaraku, apakah kau pernah melihat Rasulallah? A’rabi tadi berkata “Aku belum pernah melihatnya sama sekali”. Rasulallah saw lalu berkata lagi “Apakah kamu beriman kepadanya?. “Demi Allah, aku beriman kepadanya walaupun aku belum pernah melihat wajahnya dan percaya dengan risalahnya walaupun aku belum pernah bertemumuka dengannnya”, tegasnya. Lalu Rasulallah saw berkata “Ketahuilah, wahai saudaraku, bahwa sesungguhnya aku adalah Nabimu di dunia dan pemberi syafa’at bagimu di Akhirat”.

Begitu A’rabi tadi mengetahui bahwa beliau adalah Rasulallah saw, dengan sepontan ia menarik tangan beliau lalu menciumya berkali kali. Walaupun Rasulallah saw berusaha menarik tangan beliau, tapi A’rabi tadi tetap memegangnya dengan keras dan menciumnya. Lalu dengan penuh tawadhu’ beliau menahan lagi tangannya sambil menariknya, seraya berkata “Perlahan-lahan wahai saudaraku, sesungguhnya aku diutus sebagai Nabi bukan sebagai raja, aku diutus sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, bukan perkasa dan penyombong”

Seketika itu juga malaikat Jibril as turun dari langit kepada Rasulallah saw lalu berkata “Allah mengucapkan salam kepadamu, dan mengkhususkan tahiyyatNya atasmu. Dia berfirman “Katakanlah kepada A’rabi janganlah merasa bangga dengan amal kebaikanya, sesungguhnya esok Kami akan menghisab amalnya yang kecil sebelum yang besar, bahkan sampai yang sekecil kecilnya tidak akan diluputkan. Lalu Rasulallah saw menyampaikan pesan Allah kepada A’rabi tadi. A’rabi pun berkata “Apakah Allah akan menghisabku kelak ya Rasulallah???” Rasulallah saw berkata “Iya betul, dengan kehendakNya, Allah akan menghisabmu kelak”. A’rabi tadi lalu berkata lagi “Jika Allah akan menghisabku esok, maka akupun akan menghisabNya kelak”
Rasulallah saw merasa heran mendengar jawaban A’rabi tadi, lalu berkata “Wahai saudaraku, bagaimana caranya kamu akan menghisab Allah kelak?” Dengan lantang dan penuh keyakinan A’rabi tadi berkata “Jika Allah akan menghisabku atas dosa dosa yang aku lakukan, maka aku akan menghisabNya atas ampunanNya yang maha luas. Jika Dia akan menghisabku dengan maksiat yang aku perbuat, maka aku akan menghisabNya atas maghfirahNya yang tidak terbatas. Jika Dia akan menghisabku atas kekikiranku maka aku akan menghisabNya atas kemurahanNya yang tampa batas”.

Mendengar uraian A’rabi tadi Rasulallah saw menangis tersedu-sedu sehingga jenggot beliau basah dengan airmata. Tangisan Rasulallah saw didengar oleh malaikat Jibril as yang membuatnya turun lagi dari langit, lalu berkata kepada beliau “Wahai Rasulallah janganlah kamu menangis, sesungguhnya Arsy dan seisi-isinya bergetar mendengar tangisamu. Katakanlah kepada saudaramu A’rabi sesungguhnya Allah tidak akan menghisabnya dan ia tidak usah menghisabNya. Katakanlah bahwa ia akan menjadi temanmu nanti di surga”.
Kisah di atas patut dijadikan bahan renungan. Agar kita memiliki sifat tawadhu’ dan sikap hidup yang selalu memberi perhatian kepada yang rendah dan yang di bawah. Biarpun kita memiliki kedudukan yang tinggi dan terhormat, semua itu tak berarti sedikit pun jika tak memiliki sifat perhatian kepada yang rendah dan yang di bawah. Nah, kalau begitu, jadilah kita seseorang yang memiliki jiwa seperti Rasulallah saw yang selalu tawadhu’, sederhana, dan menghormati semua kelompok manusia tidak perduli apapun kedudukanya.
Allahumma shalli a’la sayyidina Muhammad wa a’la alihi wa shahbihi wa sallim.
Wallahua’lam