Berapa pun kali kisah ini dibaca tetap saja, rasa haru menyeruak
khususnya saat Rasulullah memberikan tausyiah pada kaum Anshar yang
merasa tak dihargai perjuangannya. Saat kaum Anshar cemburu pada
Rasulullah yang memberikan ghanimah (harta rampasan perang) amat besar
kaumnya (Quraisy) dibandingkan Anshar.
Kebersihan hati Kaum Anshar,
keridhaan, pengorbanan dan kecintaan mereka atas keputusan Rasulullah
ini patut ditiru. Semoga kita dianugerahi hati dan keikhlasan seperti
kaum Anshar yang senantiasa menolong agama Allah tanpa pamrih kecuali
cinta Allah dan Rasul-Nya semata
Mata Air Hunain
Perang Badar baru saja selesai. Namun, peristiwa itu tidak mungkin
hilang begitu saja dari benak fikiran para sahabat. Ini karena Badar
merupakan pengalaman mereka yang pertama dalam keramaian genderang
perang.
Ketika perang Hunain berakhir dengan kemenangan kaum muslimin,
Rasulullah SAW dan kaum muslimin mendapatkan harta rampasan perang yang
melimpah. Perang ini berlaku pada tahun ke-8 hijrah. Dengan penaklukan
kota Mekah, kaum kuffar Arab akhirnya bergabung, bersedia menyerang kaum
muslimin. Bahkan, mereka turut membawa anak isteri mereka juga harta
benda yang mereka miliki. Perang yang akan merka tempuh seolah-olah
perang pertarungan harga diri sehingga mereka harus membawa semua yang
mereka miliki untuk berada dalam kafilah perang mereka.
Di pihak lain, kaum muslimin yang berjumlah 10 ribu orang anggota
yang telah menyerbu dan menakluk kota Mekah sudah bersiap sedia
berangkat ke Hunain. Pasukan ini telah pun ditambah dengan dua ribu
orang mualaf, orang yang baru masuk Islam dari penduduk Mekah. Sebuah
penghormatan dan harga diri kadang kala menjadi suatu yang amat berharga
sehingga apaun yang dimiliki dapat dikerahkan untuk mendapatklan
kembali harga diri tersebut. Begitulah yang terjadi kepada orang-orang
Arab yang merasa kehormatannya diragut oleh umat Islam Madinah yang
berhasil menduduki dan menakluk kota Mekah.Puncak perjuangan kaum kuffar
untuk kembali merebbut kehormatan dan harga diri mereka adalah dengan
menentang umat Islam.
Jumlah pasukan Islam yang banyak yang bersedia untuk berperang
melawan kuffar Arab iaitu dalam 12 ribu orang telah menimbulkan sikap
ghurur (bangga diri) pada sebagian kaum muslimin. Mereka beranggapan
bahwa jumlah pasukan umat Islam yang besar akan mudah mengalahkan
pasukan kuffar Arab sehingga mereka meremehkan kekuatan musuh. Penyakit
ghurur ini menjadikan maknawiyah pasukan Islam menjadi kendur. Mereka
kurang bersandar kepada Allah sebagai sumber kekuatan. Hal ini karena
secara manusiawi mereka jauh lebih besar daripada pasukan musuh sehingga
tidak terdorong atau melupakan bahwa sumber kemenangan adalah daripada
Allah SWT, sama seperti maknawiyah kafir Quraisy ketika mereka
menghadapi pasukan Islam di Badar. Akan tetapi, mereka yang sudah
ditempa dengan tarbiyah Rasulullah SAW tergerak dan segera menyusun
kembali barisan untuk menguasai keadaan sehingga pertempuran itu
berakhir dengan kemenangan.
Kemenangan kaum muslimin mendatangkan banyak harta rampasan perang
dan tawanan, 6 ribu orang tawanan, 24 ribu unta, 40 ribu lebih kambing,
dan 4 ribu lebih uqiyah perak.
Pembagian Harta Rampasan Perang
Ketika perang berakhir dan setelah beberapa lama Rasulullah menunggu
kaum Hawazin yang mungkin datang untuk menebus tawanan mereka di
Ji’ranah. Rasulullah SAW membagi-bagikan harta rampasan perang kepada
para muallaf, pemuka Mekah yang belum lama masuk Islam, dengan jumlah
yang cukup besar untuk mengikat hati mereka.
Abu Sufyan diberi 40 uqiyah dan 100 ekor unta, kemudian Abu Sufyan
,meminta bagian anaknya, Yazid. Rasulullah SAW meluluskan permintaan Abu
Sufyan itu dengan memberikan anaknya jumlah yang sama seperti yang
beliau perolehi. Begitu juga dengan anaknya yang bernam Mu’awiyah.
Rasulullah SAW memberikannya dengan jumlah yang sama. Kepada Hakim bin
Hizam, Rasulullah SAW memberikan 100 ekor unta, kemudian dia meminta
lagi dan memberikannya tambahan 100 ekor lagi. Shafwan bin Umayyah
diberi 100 ekor unta, kemudian 100 ekor lagi, dan ditambah lagi dengan
100 ekor.
Al-Haritsah bin Al-Harits bin Kaladah diberi 100 ekor unta dan
beberapa pemuka Quraisy yang lain juga memperolehinya. Selain mereka,
ada juga yang mendapat 50 ekor unta, 10 ekor unta, 5, 4, sehingga
dikhabarkan bahwa Rasulullah memberikan setiap muallaf yang meminta atau
minta tambahan bagian dan baginda tidak takut miskin. Orang-orang Arab
berkerumun meminta bagian harta sampai baginda terdesak ke pohon pokok
hingga baju baginda terlepas. Baginda berkata, “ Wahai kalian,
kembalikan bajuku, demi Zat yang diriku di tangan-Nya, andaikan aku
memiliki tanaman di Tihamah, maka aku akan memberikannya kepada kalian
dan kalian tidak memanggilku sebagai orang kikir, takut, dan berdusta”.
Kemudian, bagindapun berdiri di samping unta miliknya sambil memegang
sebiji gandum dan bersabda, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak lagi
menyisakan harta rampasan kalian, termasuk biji gandum ini, kecuali
seperlimanya dan seperlima itupun sudah aku serahkan kepada kalian”.
Setelah membagikan rampasan kepada para muallaf, kepada orang-orang
yang baru masuk Islam dan kepada orang yang hatinya masih lemah, Nabi
Muhammad SAW memanggil Zaid bin Tsabitagar mengumpulkan sisa harta
rampasan perang serta memanggil semua sahabat. Masing-masing sahabat
mendapat 4 ekor unta dan 40 ekor kambing. Untuk penunggang kuda,
diberikan 12 ekor unta dan 120 ekor kambing.
Pembagian ini berdasarkan pertimbangan yang sangat matang dan
bijaksana. Di dunia, seseorang lebih mampu menerima kebenaran melalui
perutnya daripada akalnya, sebagaimana binatang yang digiring ke
kandangnya dengan memancingnya melalui dedaunan. Begitu juga manusia
yang memerlukan variasi bujukan untuk menyusupkan keimanan.
Komentar Terhadap Tindakan Rasulullah SAW
Tindakan dan langkah baginda tidak difahami oleh sebagian sahabat
sehingga timbul berbagai komentar yang tidak sedap didengar. Di antara
sahabat yang tidak dapat menerima tindakan Rasulullah SAW ini adalah
orang-orang Ansar, padahal merekalah yang paling banyak dilibatkan oleh
Rasulullah pada saat-saat krisis hingga suasana pertempuran yang mula
kelihatan kalah menjadi sebaliknya dapat dikuasai keadaan. Mereka tidak
menerima bagian daripada harta rampasan perang Hunain.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata, “Setelah
Rasulullah SAW membagi-bagikan bagian rampasan perang kepada
orang-orang Quraisy dan kabilah-kabilah Arab, sedangkan orang-orang
Ansar tidak mendapat bagian apa-apa, maka kemudian tersebarlah
berita-berita di antara mereka, ada yang berkata, “Demi Allah,
Rasulullah SAW telah bertemu kaumnya sendiri”.
Lalu Saad bin Ubadah datang ke tempat baginda seraya berkata, “Wahai
Rasulullah, di hati orang-orang Ansar ada perasaan tidak puas hati
terhadap engkau karena pembagian harta rampasan perang yang telah engkau
lakukan. Engkau membagi-bagikannya kepada kaum engkau sendiri dan
engkau memberikan bagian yang amat besar kepada beberapa kabilah Arab,
sedangkan orang-orang Ansar itu tidak mendapat apa-apa”.
Kemudian Rasulullah SAW bertanya, “Kalau demikian keadaannya, engkau
berpihak kepada siapa wahai Saad?” Saad pun menjawab, “Wahai Rasulullah,
tidak ada pilihan lain kecuali aku ikut bersama kaumku”.
“Kalau begitu kumpulkan kaummu di tempat ini!” kata Rasulullah SAW kepada Saad.
Kemudian Saad mengumpulkan semua orang Ansar di tempat yang
ditunjukkan Rasulullah. Ada beberapa Muhajirin hendak ikut masuk, namun
mereka tidak diperkenankan masuk daan hanya orang-orang Ansar sahaja
yang masuk ke dalam tempat itu. Setelah semua orang Ansar telah
berkumpul, maka Saad memberitahu Nabi SAW dan baginda pun datang
berjumpa dengan mereka.
Taujih Rasulullah SAW
Setelah memuji dan mengagungkan Allah, baginda bersabda, “Wahai kaum
Ansar, aku sempat mendengar berita-berita dari kalian dan dalam diri
kalian ada perasaan tidak puas hati terhadapku. Bukankah dulu aku datang
ketika kalian dalam keadaan sesat dan Allah memberikan petunjuk kepada
kalian? Bukankah dahulu kalian adalah miskin lalu Allah membuat kalian
menjadi kaya dan hati kalian bersatu?”
Mereka menjawab, “Begitulah, Allah dan rasul-Nya lebih murah hati dan banyak kurnianya”.
“Apakah kalian tidak ingin memenuhi seruanku wahai orang Ansar?”
Mereka menjawab, “Dengan apa kami harus memenuhi seruanmu wahai
Rasul? Segala anugerah dan kurnianya hanyalah milik Allah dan
Rasul-Nya”.
Lalu baginda bersabda, “Demi Allah, jika kalian mahu, kalian perlu
membenarkan dan dibenarkan, maka kalian boleh katakan, “Engkau telah
datang kepada kami ketika engkau didustakan kaum engkau, kami menerima
engkau. Ketika engakau dalam keadaan lemah, kamilah yang menolong
engkau. Ketika engkau diusir, kamilah yang memberikan tempat. Ketika
engkau dalam keadaan papa, kamilah yang menampung engkau”.
Setelah mengingatkan orang-orang Ansar bahwa mereka lebih berjasa
kepada Rasulullah SAW dari orang-orang Quraisy, baginda kemudian
bersabda, “Apakah di dalam hati kalian masih terdetik hasrat kepada
dunia yang dengan keduniaan itu sebenarnya aku hendak mengambil hati
segolongan orang agar masuk Islam. Sementara terhadap keislaman kalian
aku tidak lagi meragukannya? Wahai sahabat Ansar, apakah di hati kalian
tidak berkenan jika mereka membawa pulang kambing dan unta, sedangkan
kalian pulang bersama Rasulullah ke tempat tinggal kalian?”
Demi Zat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah,
tentu aku termasuk golongan Ansar. Jika para sahabat menempuh suatu
jalan di celah gunung dan orang-orang Ansar menempuh suatu celah yang
lain, tentu aku akan memilih celah yang dilalui oleh orang Ansar. Ya
Allah, rahmatilah orang-orang Ansar, anak-anak Ansar, dan cucu
orang-orang Ansar”.
Setelah mendengar taujih dari Rasulullah SAW yang mengajak mereka
mendahulukan akhirat dan nikmat yang besar, mereka pun menitiskan air
mata hingga janggut mereka basah lembab dengan air mata sambil berkata,
“Kami redha tindakan Rasulullah dalam urusan bagian dan pembagian.
Setelah itu, mereka puas dan kembali ke tempat mereka semula”.
Renungan Peristiwa Hunain
Kejadian pembagian rampasan perang ini merupakan tarbiyah bagi para
sahabat. Kadang kala ketika kita merasa sudah banyak berbuat untuk
dakwah, maka kita merasa bahwa kita berhak atas semua keuntungan duniawi
dari dakwah. Oleh itu, seperti kejadian Hunain, sebagian sahabat merasa
bahwa mereka lebih berhak atas rampasan perang Hunain dibandingkan
dengan orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam ketika Fath Al-Makkah.
Ketika hati kita dipenuhi dengan rasa protes karena kita merasa bahwa
jasa kita tidak dihargai, maka prasangka pun akan menghinggapi hati
kita sehingga dugaan buruk terhadap lain menguasai kita, seperti yang
berlaku kepada orang-orang Ansar pada peristiwa pembagian harta rampasan
perang.
Yang lebih berbahaya adalah jika kekecewaan atas tindakan itu menular
kepada orang lain sehingga suasana ukhrawi tidak terlihat. Yang ada
sebaliknya, ejekan disebabkan kekecewaan dan tidak puas hati terhadap
qiyadah. Jika keadaan ini tidak cepat diselesaikan dengan
penjelasan-penjelasan oleh pihak qiyadah, maka tidak mustahil keadaan
ini akan bertambah parah menjadi pergaduhan atau perpecahan.
Di pihak yang lain, sebagai seorang qiyadah, Rasulullah SAW menyedari
bahwa tidak seluruh landasan tindakannya diketahui oleh para sahabat.
Oleh itu, baginda berinisiatif untuk menjelaskan i’tibarat, dan konsider
kepada para tentera. Ini perlu cepat dilakukan agar keadaan tidak
bertambah teruk. Semakin cepat akan semakin baik, kecuali jika ada
program atau rancangan yang lebih efektif untuk menyelesaikan keadaan
seperti itu.
Kejadian Hunain telah berlalu sekian lama, tetapi pelajaran dan
hikmah yang dapat diambil sentiasa mengalir bagai air dari pergunungan
yang dapat menyegarkan dan menghilangkan rasa haus generasi penerus
perjuangan. Mudah-mudahan Allah masih membuka hati kita agar kita dapat
melihat sesuatu dengan benar dan hati pun tidak terfitnah, terjangkit
penyakit dari keadaan yang sam,a dengan keadaan yang dialami oleh
sahabt-sahabat Ansar pada masa-masa pertama perjuangan Islam.
Wallahu a’lam.