" Jumlah Bukan segalanya "
Dalam islam, Jumlah bukanlah penentu segala galanya. Betapa banyak,
golongan yang lebih kecil mengalahkan golongan yang lebih besar.
Peristiwa peristiwa sejarah dan kegemilangan islam masa
lampau,menunjukkan betapa umat islam yang berjumlah kecil, bisa
mengalahkan pasukan musuh yang berjumlah lebih besar bahkan jauh
berlipat lipat. Siapa yang menyangsikan kekuatan iman para sahabat ?
Siapa yang menyangsikan kelurusan tauhid dan ketinggian para sahabat
yang mulia ? Rupanya disinialah kuncinya pertolongan ALLAH. Ketika
keimanan sangat tinggi, keyakinan akan pertolongan Allah begitu besar
dan tidak bergantung kepada selain Allah, kekuatan pasukan muslim
menjadi berlipat ganda. Allah menurunkan pasukannya dan menggentarkan
hati hati musuh musuh islam sehingga dapat kita lihat bagaimana di Badar
kaum kafir Qura’is terkalahkan.
Dalam sejarah sejarah islam terdahulu, sungguh kita dapati bagaimana
generasi terbaik umat ini berjuang untuk menegakkan agama islam.
Sebagian besar peperangan yang dilaluinya jumlah pasukan kaum muslimin
lebih kecil dari pada musuh nya. Rupanya para sahabat memang tidak
menganggap bahwa jumlahlah penentu kemenangan. Bahkan dalam perang
hunain, ketika seorang prajuruit merasa akan menang karena jumlah mereka
yang besar, ternyata pasukan islam malah kocar kacir. Terbukti bahwa
jumlah memang bukan penentu.
Bulan jumadil’ awal 8 H, rosulullah memberangkatkan 3000 orang
pasukan ke Syiria. Zaid bin haritsah ditunjuk sebagai panglima perang,
dengan instruksi jika Zaid gugur, penggantinya adalah Ja’far bin Abu
Thalib. Jika Ja’far gugur penggantinya adalah Abdullah bin Rawahah.
Sampai di daearah Ma’an kaum muslim mengetahui bahwa kekuatan musuh
mencapai 200 ribu terdiri dari 100 ribu tentara Romawi dan 100 ribu
orang Nasrani keturunan Arab dari berbagai kabilah. Subhanallah,
bagaimana 3000 orang akan melawan 200.000 pasukan? Logika saja
mengatakan 1 orang harus menghadapi 1 : 60 – 70 Pasukan musuh.
Selama 2 hari kamu muslim bermusyawarah tentang kondisi yang mereka
hadapi. Ada yang mengusulkan agar mereka mengirimkan surat kepada
Rosulullah, mereka berharap rosulullah mengirimkan pasukan tambahan.
Namun Abdullah bin Rawahah tidak setuju dan berseru dengan semangat
menyala “ Wahai manusia, apa yang tidak kalian sukai dalam pertempuran
ini, justru yang selama ini kalian cari yaitu Syahid. Kita berperang
bukan mengandalkan jumlah pasukan, kekuatan dan banyaknya perlengkapan
dan perbekalan. Kita perangi mereka demi agama ini yang karena Allah
memuliakan kita. Karena itu majulah terus dan raih satu dari dua
kebaikan : Menang atau Mati Syahid.” (Ibnu Hisyam III/ 430).
Menggeloralah semangat kaum muslimin akan hal ini. Zaid Bin Haritzah
membawa pasukannya kedaerah yang terkenal dalam sejarah : Mu’tah.
Disinilah pertempuran 3000 pejuang islam melawan 200 ribu pasukan musuh
terjadi. Suasana pertempuran begitu sengit, dan syahidlah Panglima
perang Zaid Bin Haritzah terkena panah pasukan romawi.
Bendera islam dipegang oleh Ja’far bin Abu Thalib. Pahlawan islam
yang baru kembali dari Habasyah ini berperang dengan gagah berani,
sampai tangan kanannya berhasil ditebas musuh. Ketika tangan kanan nya
telah terputus, dipeganglah bendera dengan tangan kiri. Begitu tangan
kirinya putus, ditebas pedang musuh, dikempitlah bendera tersebut dengan
sisa lengannya. Akhirnya pahlawan ini menemui robnya sebagai Syahid
dengan tubuh terbelah dua dan lebih dari 70 luka di tubuhnya.
Bendera dipunguit oleh Tsabit Bin Arqam dan diserahkan kepada Khalid
Bin Walid, yang kala itu belum genap 3 bulan memeluk islam.Khalid pun
menolak dan berkata “ Anda lebih patut memegangnya. Anda lebih tua dan
telah ikut perang Badar” Jawab Khalid Bin Walid. “ Ambillah, hai laki
laki. Demki Allah, aku mengambil bendera ini hanya karena akan kuberikan
kepadamu. Jawab Tsabit.” Akhirnya Pasukan islam yang sedang terdesak
ini dipimpin oleh Khalid Bin Walid. Rupanya khalid Bin Walid memang
sangat ahli dalam strategi perang dan seorang panglima perang yang
sangat brilian baik sebelum apalagi setelah menjadi seorang mukmin.
Diaturlah strategi baru, pasukan yang semula berada di depan dialihkan
kebelakang juga sebailiknya. Demikian juga pasukan Sayap kanan dialihkan
ke kiri dan sebaliknya. Strategi luar biasa ini membuat musuh terkecoh,
mengira pasukan islam mendapat tambahan pasukan. Perlahan lahan,
pasukan islam yang awalnya dalam kondisi terancam bisa diselamatkan.
Diakhir peperangan pasukan islam yang gugur hanya 13 orang. Buku buku
sejarah , Tidak memberikan angka pasti berapa besar jumlah korban dari
pasukan romawi.
Betapa yang kecil tidak selalu terkalahkan dengan yang besar. Dalam
perang Mu’tah ini, banyak sekali ibroh yang bisa diambil, bahwa kekuatan
iman memegang peranan yang begitu besar. Jika kondisi islam saat ini
yang jumlahnya begitu besar saja justru terpuruk,sudah seharusnya kita
merenungkan dan mengambil sebuah pelajaran, mungkinkah kebesaran islam
akan kembali dengan meminta bantuan dari musuh musuh islam yang seolah
olah sangat baik membantu kita ? Mungkinkah kejayaan islam akan kembali
tanpa kita memiliki rasa bangga terhadap islam dan lebih mencintai
system islam daripada system buatan manusia ? Kita lihat, Sejak 1948,
Tel Aviv menjadi ibukota Israel, dengan tangisan ratusan juta umat islam
dan senyum kemenangan Israel dan presiden AS Hennry Truman saat itu,
Tahun 67 Dataran tinggi Golan, Sinai , diambil Israel,tahun 81
pembantaian besar besaran di Kamp pengungsi Sabra & Shatilla dan
beribu permasalahan yang tiada habisnya karena pendudukan Yahudi, Namun
kini sebentar lagi Presiden Palestina Dan Israel akan berunding , duduk
manis dengan Wasit Amerika. Mungkinkah dalam pertandingan sepakbola,
seorang wasit adalah keluarga dari pemain musuh ?
Kini jumlah kita sangat besar saudaraku. Namun dari jumlah yang besar
ini, besar pula pengekor, yang sangat bangga dengan mengikuti budaya
Barat. Dari jumlah yang besar ini, entah berapa banyak yang bangga
dengan agamanya, entah berapa banyak yang ridho dengan syari’at islam,
entah berapa yang banyak yang merindukan Syari’at islam tegak di bumi
ini. Jumlah yang besar sesungguhnya merupakan potensi, tinggal bagaimana
umat ini bersatu dalam dakwah dengan pemahaman yang benar. Manjadikan
Al Qur’an dan sunnah sebagai pedoman. Dengan inilah Allah memberikan
kabar gembira Nasrumminallah wa fatkhunqorib.
Apalagi sauadaraku, dimanapun posisi kita marilah kita menjadi bagian
dalam dakwah untuk meninggikan kalimat Allah..Dikantor, dirumah, lewat
tulisan, lewat perbuatan bahkan jika mampu dengan lisan atau tangan kita
Tidak salah jika seorang penyair mengatakan, umat islam memang sudah
seharusnya ada yang terbang tinggi seperti burung, namun perlu juga ada
yang merayap seperti cacing.
Semoga bermanfaat, mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.