Seorang ulama Tabi’in Imam Thawus Al-Yamani mengisahkan, “Aku melihat
seorang lelaki sholat di Masjidil Haram di bawah mizab Ka’bah. Ia
berdoa dengan khusyuk dan menangis. Aku ikuti sampai ia selesai sholat
dan berdoa, ternyata ia adalah Ali Zainal Abidin, putra Husein bin Ali
bin Abi Thalib, yang tak lain adalah cicit Rasulullah SAW. Aku katakan
padanya:
“Wahai cicit Rasulullah, aku lihat kamu dalam keadaan begini dan
begini (ibadahnya). Padahal kamu memiliki tiga hal yang aku harap akan
membuatmu aman dari ketakutan. Pertama, kamu adalah cicit Rasulullah
SAW. Kedua, kamu bisa mendapatkan syafaat kakekmu yaitu Rasulullah SAW.
Ketiga, rahmat Allah SWT.”
Ali Zainal Abidin menjawab: “Hai Thawus, bahwa aku adalah cicit dan
keturun Rasulullah SAW. Itu tidak menjamin keamananku. Aku mendengar
firman Allah SWT: Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi
pertalian nasab diantara mereka pada hari itu (QS. 23:10).
Sedangkan syafaat kakekku juga tidak menjadi jaminan bahwa kelak akan
kudapatkan, sebab Allah SWT berfirman: Dan mereka tidak memberi syafaat
melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah (QS 21:28).
Sedangkan rahmat Allah, sesungguhnya Allah mewahyukan bahwa rahmatNya
dekat pada kaum muhsinin, yaitu orang2 yg berbuat kebajikan. Dan aku
tidak tahu apakah aku termasuk mereka apa tidak.”