Suatu hari ketika
Rasulullah SAW duduk di antara para sahabatnya, datanglah seorang pemuda
dengan agak tergesa-gesa. Sebagai seorang pemuda yang sedang bergelora,
ia sering terjerumus ke hal-hal yang negatif, yaitu perbuatan zina.
Ia
tahu bahwa perbuatan seperti itu tidak pantas dilakukan, tetapi ia
merasa sulit untuk mengatasi gelora nafsunya. Pemuda itu berkata, ”Wahai
Rasulullah SAW, izinkanlah aku melakukan perbuatan zina.” Gemparlah
majelis Rasulullah SAW itu. Untuk apa pemuda itu menanyakan sesuat yang
sudah jelas jawabannya, demikian kata mereka yang hadir. Bahkan tidak
sedikit di antara mereka yang mencibir pertanyan pemuda itu.
Namun, Nabi Muhammad tetap bijaksana dalam
menanggapi pertanyaan pemuda itu. Rasulullah berkata kepada para
sahabat, ”Suruhlah pemuda itu mendekatiku.” Maka pemuda itu pun
mendekati beliau. Setelah pemuda itu duduk di dekat beliau, maka dengan
lembut Rasulullah SAW berkata kepadanya, ”Wahai anak muda, apakah kamu
suka bila perzinaan itu dilakukan atas diri ibumu?” Ia menjawab, ”Tidak.
Demi Allah, biarlah Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” Beliau
bersabda, ”Nah! Demikian perasaan orang lain, ia juga tidak suka bila
hal itu terjadi pada diri ibunya.” Rasulullah SAW berkata, ”Wahai anak
muda, apakah kamu rela bila hal itu terjadi atas diri putrimu?
” Ia menjawab, ”Tidak. Demi Allah, biarlah
Allah menjadikan diriku sebagai tebusanmu.” Beliau bersabda, ”Nah! Orang
lain pun demikian, ia tentu tidak rela bila hal itu terjadi pada diri
putrinya.” Rasulullah SAW mengajukan pertanyaan serupa jika hal itu
menimpa bibi ataupun saudara perempuannya. Pemuda itu mengemukakan
jawaban yang sama.
Rasulullah SAW bersabda, ”Wahai anak muda, ketahuilah
bahwa tidak seorang pun yang rela terhadap perbuatan yang menodai
kehormatan keluarganya.” Kemudian beliau meletakkan tangan beliau pada
pemuda tersebut seraya berkata, ”Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah
hatinya, dan peliharalah kemaluannya.
” Sesudah kejadian itu, pemuda tersebut tidak
pernah lagi melakukan perbuatan yang menodai kehormatan orang lain. (HR.
Ahmad).
Egoisme adalah bagian dari fitrah manusia yang tidak mungkin
dihilangkan, untuk itu perlu dikendalikan dengan rasa cinta terhadap
sesamanya. Sebab, jika tidak, ia akan melahirkan bencana kemanusiaan.
Pemerkosaan, pencurian, perampokan, pembunuhan, dan korupsi itu terjadi
karena pelakunya tidak berpikir seandainya yang menjadi korban
tindakannya itu adalah dirinya sendiri atau keluarganya. Oleh karena
itu, Rasulullah SAW bersabda, ”Salah seorang di antara kalian belum
dikatakan beriman yang sebenarnya sebelum ia mencintai saudaranya (orang
lain) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari).
(Muhammad Bajuri)
sumber : republika